Rabu, 14 Januari 2015

Makalah Ilmu Sosial Dasar - Pemuda dan Sosialisasi

PEMUDA DAN SOSIALISASI


A.    PEMUDA
            pemuda adalah sosok individu produktif dan mempunyai karakter yang khas  seperti revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dan sebagainya. Namun, pemuda juga memiliki kelemahan yang mecolok yaitu kontrol diri dalam artian mudah emosional, sedangkan kelebihan pemuda yang paling menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri.
            Masalah-masalah pemuda yang dialami ini adalah bentuk pendewasaan seseorang serta penyesuaian diri suatu individu terhadap lingkungan sosial yang dihadapinya. Pemuda akan mengalami proses sosial yang dimulai dari lingkungan keluarga berlanjut ke lingkungan sekolah atau pelajar hingga pemuda nantinya akan menjalani kehidupan bermasyarakat. Proses sosial tersebut disebut juga dengan sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.
a.      Princeton mendefinisikan kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya sebagai “the time of life between childhood and maturity; early maturity; the state of being young or immature or inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a young person”.
Sedangkan dalam kerangka usia, WHO menggolongkan usia 10 – 24 tahun sebagai young people, sedangkan remaja atau adolescence dalam golongan usia 10 -19 tahun. Contoh lain di Canada dimana negara tersebut menerapkan bahwa “after age 24, youth are no longer eligible for adolescent social services
b.      Sejarawan Taufik Abdullah (1995) memandang pemuda atau generasi muda adalah konsep-konsep yang sering mewujud pada   nilai-nilai herois-nasionalisme.
c.       Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan. Karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
d.      Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) adalah : masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

B.     SOSIAL MEDIA SEBAGAI ALAT PERJUANGAN PEMUDA
            Pula Indonesia berhasil keluar dari cengekraman pemimpin otoriter di tahun 1966 dan 1998. Melihat track record pemuda Indonesia yang gilang gemilang, sudah menjadi kewajiban kita untuk meneruskannya. Pemuda Indonesia adalah motor penggerak yang hakiki. Pemuda berjuang mengawal pemerintahan yang bersih, membela keadilan yang semakin jarang ditemukan di negeri ini.
            Pemuda mengawal perubahan lewat caranya sendiri. Pemuda di tahun 1928 menunjukkan eksistensinya dengan berorganisasi, sementara pemuda di tahun 1966 dan 1998 menuntut perubahan lewat konsolidasi massa yang turun ke jalan. Kini dengan semakin majunya zaman, jalan yang dipilih sebagai sarana berjuang juga semakin banyak.
            Salah satu media perjuangan pemuda kontemporer adalah lewat sosial media. Dunia maya yang awalnya hanya sebagai alat pencari informasi maupun kesenangan ternyata juga dapat digunakan sebagai alat pergerakan. Reformasi di Tunisia bisa menjadi contoh. Tidak akan pernah terbayangkan sebelumnya bahwa perubahan rezim di salah satu negara di Afrika Utara tersebut salah satunya diawali lewat dunia maya. Akibat sistem ekonomi yang tidak menguntungkan rakyat, para pemuda membangun jejaring untuk melakukan perubahan lewat sosial media seperti facebook, twitter maupun blog. Walaupun pemerintah kemudian melarang penggunaan media-media tersebut, bahkan menangkapi para blogger yang dikenal kritis, namun perjuangan menuntut perubahan tetap berjalan hingga akhirnya presiden Zine El Abidine Ben Ali mundur.
            Tidak kita dapat mengambil contoh positif dari penggunaan sosial media. Karena peran generasi muda Tunisia dan pemanfaatan sosial media sebagai sarana perjuangan maka perubahan yang dikehendaki sebagian besar masyarakat Tunisia dapat terealisasi. Pemanfaatan sosial media sebagai atal perjuangan pemuda merupakan hal yang vital. Ketika media konvensional sudah menjadi alat sekelompok elit untuk menyebarkan agenda kepentingannya atau menjadi alat pengeruk rupiah bagi para kapitalis, maka sosial media menjadi sarana penyedia informasi yang independen. Semua orang bisa terlibat di dalamnya karena sosial media bersifat bias kepemilikan.
            Inilah yang harus mampu dimanfaatkan para generasi muda. Apalagi para pemuda yang memiliki gagasan untuk maju harus bertarung dengan kaum elit yang memiliki lebih banyak modal untuk menang seperti modal kekuasaan, modal keuangan, maupun modal kekerasan yang sah. Melalui dunia maya sisi lain dari dinamika kehidupan di negeri ini bisa menjadi konsumsi publik. Sosial media menjadi tempat terkuaknya permasalahan yang luput dari pemberitaan media.
            Dunia maya juga menjadi tempat yang tepat untuk memperlihatkan eksistensi. Pemuda bisa mengungkapkan gagasannya dengan bebas. Pemuda bisa menuliskan ide-idenya tanpa harus dimuat di media massa besar karena sudah memiliki media alternatif yang siap menampung setiap kata-katanya. Dari sinilah generasi muda diharapkan berperan aktif dalam perubahan zaman. Kebenaran dan bersikap kritis melalui situs jejaring sosial maupun blog, kita sebenarnya telah ikut berperan seperti pemuda-pemuda Indonesia di setiap zaman.
            Salah satu bentuk kesuksesan dalam perjuangan melalui pemanfaatan sosial media ada dalam kasus Prita Mulyasari. Prita yang awalnya hanya curhat di blog pribadinya tentang pelayanan buruk yang diterima saat dirawat di salah satu rumah sakit justru berakibat pada ancaman hukuman karena dianggap mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut.
            Salah satu bentuk kesuksesan dalam perjuangan melalui pemanfaatan sosial media ada dalam kasus Prita Mulyasari. Prita yang awalnya hanya curhat di blog pribadinya tentang pelayanan buruk yang diterima saat dirawat di salah satu rumah sakit justru berakibat pada ancaman hukuman karena dianggap mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut.
            Vonis yang mengancam Prita akibat curhatannya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai hukuman yang mengada-ada. Kasus yang menimpa Prita seperti menjadi bukti buruknya sistem penegakan hukum di negeri ini. Para aparat penegak hukum bukannya membela yang benar justru membela yang berkuasa. Apalagi dalam perkembangannya muncul desas desus bahwa para penegak hukum mendapat layanan khusus dari rumah sakit yang menggugat Prita untuk memenangkan kasusnya. Dimaksudkan untuk menggalang uang dari masyarakat. Koin Untuk Prita menjadi media masyarakat dalam memberikan dukungan moral sekaligus simbol perlawanan terhadap para pemilik kewenangan di negeri ini yang bertindak semena-mena.
            Selain kasus Prita, kasus kriminalisasi yang menimpa Bibit-Candra, dua pimpinan KPK juga dapat dikategorikan sebagai keberhasilan sosial media sebagai sarana perjuangan. Lagi-lagi, berkat pembentukan akun facebook “Gerakan Tolak Kriminaisasi KPK” dan disertai aksi turun ke jalan mendukung Bibit-Candra kasus ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat hingga berakhir dengan dibebaskannya dua pimpinan KPK tersebut lewat wewenang presiden.
            Tentu masih banyak lagi permasalahan ketidakadilan yang terekspos berkat kehadiran sosial media, baik itu dalam skala besar maupun kecil. Namun yang perlu diperhatikan, sebagian besar perjuangan tersebut digerakkan oleh generasi muda. Merekalah yang menjadi motor penggerak perubahan. Mereka yang telah mendobrak sistem penyelewengan dalam penegakkan keadilan di negeri ini. Pemuda pula yang rela berjejaring, mengkonsolidasikan masaa baik itu lewat dunia nyata maupun maya untuk menyerukan keadilan, meskipun yang mereka bela belum tentu orang yang dikenalnya patut diperjuangkan.
            Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa perjuangan dan perubahan yang terjadi di Indonesia tidak dapat terlepas dari andil generasi mudanya. Pemuda di setiap zaman berjuang membela keadilan lewat jalannya sendiri. Kini dengan semakin majunya teknologi, maka semakin maju pula cara pemuda menyuarakan keadilan. Demonstrasi bukan lagi sarana tunggal bagi para pemuda untuk menuntut perubahan. Sosial media jadi salah satu tempat pemuda merepresentasikan idenyaa. Melalui sosial media, pemuda dari seluruh penjuru negeri saling berjejaring, berkomunikasi untuk menghasilkan gagasan brilian. Semua itu demi terciptanya Indonesia yang adil dan sejahtera. Maka benar apa yang dikatakan Bung Karno, “Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, maka berikanlah aku lima pemuda agar dapat mengubah dunia.”

C.    SOSIALISASI PEMUDA
            Pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda menghadapi masa perubahan sosial maupun kultural. Proses sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui media pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam sosialisasi, antara lain : Proses Sosialisasi, Media Sosialisasi dan Tujuan Sosialisasi.
            Melalui proses sosialisasi, pemuda merubah cara berpikir dan kebiasaan hidupnya. Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kepribadian seorang pemuda dapat terbentuk melalui proses sosialisasi. Dalam hal sosialisasi dikatakan sebagai proses yang membantu individu belajar dan menyesuaikan diri serta bagaimana berpikir dapat berfungsi dalam kelompok. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dalam anggota masyarakat dan hubungan sosial. Media Sosialisasi antara lain :
1.      Keluarga, Pertama-tama yang dikenal oleh anak-anak adalah ibunya, bapaknya dan saudara-saudaranya.
2.      Sekolah, Pendidikan di sekolah merupakan wahana sosialisasi sekunder dan merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi secara formal.
3.      Teman bermain (kelompok bermain), Kelompok bermain mempunyai pengaruh besar dan berperan kuat dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam kelompok bermain anak akan belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya.
4.      Media Massa, Media massa seperti media cetak, (surat kabar, majalah, tabloid) maupun media elektronik (televisi, radio, film dan video). Besarnya pengaruh media massa sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Peranan Media Massa
masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana ditandai beberapa ciri :
Ø  Keinginan memenuhi dan menyatakaan identitas diri.
Ø  Melepas diri dari ketergantungan orang tua
Ø  Memperoleh akseptabilitas di tengan sesama remaja.
       Dengan ciri-ciri ini, remaja cenderung melahap begitu saja arus informasi yang sesuai dengan keinginan mereka, upaya penangkalan:
Ø  Pentingnya membekali remaja dengan keterampilan yang mencakup kemampuan menemukan, memilih, menggunakan dan mengevaluasi informasi.
Ø  Selain itu, diperlukan melakukan intervensi ke dalam lingkungan informasi mereka secara interpersonal.
Ø  Pemecahan lainnya adalah dengan bimbingan orangtua dalam menngkonsumsi media massa
Ø  Sedangkan media massa harus tetap konsisten dengan kode etik dan tanggung jawab sosial yang di embannya.
5.      Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja merupakan media sosialisasi yang terakhir cukup kuat, dan efektif mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.

D.    TUJUAN POKOK SOSIALISASI
a)      Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
b)     Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
c)      Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
d)     Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.

E.     PERANAN SOSIAL MAHASISWA dan PEMUDA DI MASYARAKAT
            Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat, kurang lebih sama dengan peran warga yang lainnnya di masyarakat. Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena mereka dianggap kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan. Pada saatnya nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah, ia akan mencari kerja dan menempuh kehidupan yang relatif sama dengan warga yang lain.
            Secara tak sadar namun perlahan tapi pasti, para generasi muda dihinggapi dengan idiologi baru dan perilaku umum yang mendidik mereka menjadi bermental instan dan bermental bos. Pemuda menjadi malas bekerja dan malas mengatasi kesulitan, hambatan dan proses pembelajaran tidak diutamakan sehingga etos kerja jadi lemah.
            Sarana tempat hiburan tumbuh pesat bak “jamur di musim hujan” arena billyard, playstation, atau arena hiburan ketangkasan lainnya, hanyalah tempat bagi anak-anak dan generasi muda membuang waktu secara percuma karena menarik perhatian dan waktu mereka yang semestinya diisi dengan lebih banyak untuk belajar, membaca buku di perpustakaan, berorganisasi atau mengisi waktu dengan kegiatan yang lebih positif. Peran pemuda yang seperti ini adalah peran sebagai konsumen saja, pemuda dan mahasiswa berperan sebagai “penikmat” bukan yang berkontemplasi (pencipta karya). Dapat ditambahkan disini persoalan NARKOBA yang dominan terjadi di kalangan generasi muda yang memunculkan kehancuran besar bagi bangsa Indonesia.


F.     Mengembangkan Potensi Generasi Muda
            Di negara-negara maju, salah satu di antaranya adalah Amerika Serikat, para mahasiswa sebagai bagian generasi muda, didorong, dirangsang dengan berbagai motivasi dan dipacu untuk maju dalam berlomba menciptakan suatu ide / gagasan yang harus diwujudkan dalam suatu bentuk barang, dengan berorientasi pada teknologi mereka sendiri. Untuk mengembangkan ide-ide / gagasan-gagasan itu, Institut Teknologi Maschussets (MIT) Universitas Oregon dan Universitas Carnegie Mellon (CMU), telah membuat proyek bersama berjangka waktu lima tahunan, melibatkan sekitar 600 mahasiswa dan 55 anggota fakultas dalam program-program belajar dan membaharu dalam wadah Nasional Science Foundation (NSF), di masing-masing pusat inovasi universitas-universitas tersebut. Hasil yang dicapai proyek itu : Lebih dari dua lusin produk, proses atau pelayanan baru telah dipasarkan dan menciptakan hampir 800 pekerjaan baru, dan memperoleh hasil penjualan sebesar $46,5 juta (Kingsbury. Louise, 1978:59) [3].
            Gagasan dan pola kerja yang hampir serupa telah dikembangkan pula di negara-negara Asia, misalnya : Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan. Jerih payah dan ketentuan para inovator pada sektor teknologi industri itu membawa negara-negara itu tampil dengan lebih meyakinkan sebagai negara-negara yang berkembang mantap dalam perekonomiannya.
Sebagaimana upaya bangsa Indonesia unrtuk mengembangkan potensi tenaga muda agar menjadi inovator-inovator yang memiliki keterampilan dan skill berkualitas tinggi.

G.    Kesimpulan
            Pemuda sesungguhnya bukan sekadar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka memainkan peranan penting dalam perubahan sosial. Tapi, jauh daripada itu, pemuda merupakan konsepsi yang menerobos definisi. Hal itu disebabkan keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah, melainkan lebih merupakan pengertian ideologis dan kultural. ‘Pemuda harapan bangsa’, ‘pemuda pemilik masa depan bangsa,’ dan sebagainya, betapa mensyaratkan nilai yang melekat pada kata ‘pemuda’. Pernyataan menarik tersebut, dalam konteks Indonesia sebagai bangsa, menemukan jejaknya.

            Sosok pemuda selalu terkait dengan peran sosial-politik dan kebangsaan. Itu dapat dipahami mengingat hakikat perubahan sosial-politik yang selalu tercitrakan pada sosok pemuda. Citra pemuda Indonesia tidak lepas dari catatan sejarah yang telah diukirnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar